Hukum Dzikir Jama’i

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Berdzikir termasuk amalan yang paling afdhal, karena ini merupakan perintah Allah, sebagaimana firmanNya :

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepadaNya diwaktu pagi dan petang”. (Qs. Al Ahzab : 41-42)

Maka seorang muslim dituntut untuk senantiasa berdzikir kepada Allah setiap saat, dengan lisan, hati dan anggota badannya.

Adapun pembahasan kali ini tentang dzikir jama’i, dan yang dimaksud dzikir jama’i adalah apa yang dilakukan oleh sebagian orang dengan berkumpul setelah shalat wajib atau yang lainnya diwaktu-waktu tertentu kemudian melantunkan dzikir bersama dengan suara bersamaan, baik ada yang memandu dzikirnya atau tanpa dipandu.

Dalam masalah ini terjadi perbedaan pendapat menjadi dua kelompok :

Pertama. Kelompok yang membolehkan dzikir jama’i.

Diantara dalil-dalil bolehnya dzikir jama’i adalah :

1.   Hadits dari Abu Hurairah radiyaAllahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :

إِنَّ لِلَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى مَلَائِكَةً سَيَّارَةً فُضُلًا يَتَتَبَّعُونَ مَجَالِسَ الذِّكْرِ فَإِذَا وَجَدُوا مَجْلِسًا فِيهِ ذِكْرٌ قَعَدُوا مَعَهُمْ وَحَفَّ بَعْضُهُمْ بَعْضًا بِأَجْنِحَتِهِمْ حَتَّى يَمْلَئُوا مَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَإِذَا تَفَرَّقُوا عَرَجُوا وَصَعِدُوا إِلَى السَّمَاءِ قَالَ فَيَسْأَلُهُمْ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ مِنْ أَيْنَ جِئْتُمْ فَيَقُولُونَ جِئْنَا مِنْ عِنْدِ عِبَادٍ لَكَ فِي الْأَرْضِ يُسَبِّحُونَكَ وَيُكَبِّرُونَكَ وَيُهَلِّلُونَكَ وَيَحْمَدُونَكَ وَيَسْأَلُونَكَ قَالَ وَمَاذَا يَسْأَلُونِي قَالُوا يَسْأَلُونَكَ جَنَّتَكَ قَالَ وَهَلْ رَأَوْا جَنَّتِي قَالُوا لَا أَيْ رَبِّ قَالَ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْا جَنَّتِي قَالُوا وَيَسْتَجِيرُونَكَ قَالَ وَمِمَّ يَسْتَجِيرُونَنِي قَالُوا مِنْ نَارِكَ يَا رَبِّ قَالَ وَهَلْ رَأَوْا نَارِي قَالُوا لَا قَالَ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْا نَارِي قَالُوا وَيَسْتَغْفِرُونَكَ قَالَ فَيَقُولُ قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ فَأَعْطَيْتُهُمْ مَا سَأَلُوا وَأَجَرْتُهُمْ مِمَّا اسْتَجَارُوا قَالَ فَيَقُولُونَ رَبِّ فِيهِمْ فُلَانٌ عَبْدٌ خَطَّاءٌ إِنَّمَا مَرَّ فَجَلَسَ مَعَهُمْ قَالَ فَيَقُولُ وَلَهُ غَفَرْتُ هُمْ الْقَوْمُ لَا يَشْقَى بِهِمْ جَلِيسُهُمْ

“Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi mempunyai beberapa malaikat yang terus berkeliling mencari majelis dzikir. Apabila mereka telah menemukan majelis dzikir tersebut, maka mereka terus duduk di situ dengan menyelimutkan sayap sesama mereka hingga memenuhi ruang antara mereka dan langit yang paling bawah. Apabila majelis dzikir itu telah usai, maka mereka juga berpisah dan naik ke langit. Kemudian Rasulullah meneruskan sabdanya : Selanjutnya mereka ditanya Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dzat Yang sebenarnya Maha Tahu tentang mereka: Kalian datang dari mana? Mereka menjawab : Kami datang dari sisi hamba-hambaMu di bumi yang selalu bertasbih, bertakbir, bertahmid, dan memohon kepadaMu ya Allah. Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala bertanya: Apa yang mereka minta? Para malaikat menjawab : Mereka memohon surgaMu ya Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala bertanya lagi: Apakah mereka pernah melihat surgaKu? Para malaikat menjawab : Belum. Mereka belum pernah melihatnya ya Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata: Bagaimana seandainya mereka pernah melihat surgaKu? Para malaikat berkata : Mereka juga memohon perlindungan kepadaMu ya Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala balik bertanya: Dari apa mereka meminta perlindungan kepadaKu? Para malaikat menjawab : Mereka meminta perlindungan kepadaMu dari nerakaMu ya Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala bertanya: Apakah mereka pernah melihat neraka-Ku? Para malaikat menjawab : Belum. Mereka belum pernah melihat nerakaMu ya Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata: Bagaimana seandainya mereka pernah melihat nerakaKu? Para malaikat berkata : Ya Allah, sepertinya mereka juga memohon ampun (beristighfar) kepadaMu? Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menjawab: Ketahuilah hai para malaikatKu, sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka, memberikan apa yang mereka minta, dan melindungi mereka dari neraka. Para malaikat berkata : Ya Allah, di dalam majelis mereka itu ada seorang hamba yang berdosa dan kebetulan hanya lewat lalu duduk bersama mereka. Maka Allah menjawab: Ketahuilah bahwa sesungguhnya Aku akan mengampuni orang tersebut. mereka itu adalah suatu kaum yang teman duduknya tak akan celaka karena mereka”. (HR. Bukhari no. 6408 dan Muslim no. 2689)

2.   Hadits dari Abu Hurairah radiyaAllahu anhu

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى : أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً

Dari Abu Hurairah radiyallahu anhu berkata, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman: “Aku berada dalam prasangka hambaKu, dan Aku selalu bersamanya jika ia mengingatKu, jika ia mengingatKu dalam dirinya, maka Aku mengingatnya dalam diriKu, dan jika ia mengingatKu dalam perkumpulan, maka Aku mengingatnya dalam perkumpulan yang lebih baik daripada mereka, jika ia mendekatkan diri kepadaKu sejengkal, maka Aku mendekatkan diri kepadanya sehasta, dan jika ia mendekatkan diri kepadaKu sehasta, Aku mendekatkan diri kepadanya sedepa, jika ia mendatangiKu dalam keadaan berjalan, maka Aku mendatanginya dalam keadaan berlari”. (HR. Bukhari no. 7405 dan Muslim no. 2657)

3.   Hadits dari Muawiyah radiyaAllahu anhu

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ : خَرَجَ مُعَاوِيَةُ عَلَى حَلْقَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَقَالَ : مَا أَجْلَسَكُمْ؟ قَالُوا : جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللَّهَ، قَالَ : آللَّهِ مَا أَجْلَسَكُمْ إِلَّا ذَاكَ؟ قَالُوا : وَاللَّهِ مَا أَجْلَسَنَا إِلَّا ذَاكَ، قَالَ : أَمَا إِنِّي لَمْ أَسْتَحْلِفْكُمْ تُهْمَةً لَكُمْ وَمَا كَانَ أَحَدٌ بِمَنْزِلَتِي مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقَلَّ عَنْهُ حَدِيثًا مِنِّي، وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ عَلَى حَلْقَةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ : مَا أَجْلَسَكُمْ؟ قَالُوا : جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللَّهَ وَنَحْمَدُهُ عَلَى مَا هَدَانَا لِلْإِسْلَامِ وَمَنَّ بِهِ عَلَيْنَا، قَالَ : آللَّهِ مَا أَجْلَسَكُمْ إِلَّا ذَاكَ، قَالُوا : وَاللَّهِ مَا أَجْلَسَنَا إِلَّا ذَاكَ، قَالَ : أَمَا إِنِّي لَمْ أَسْتَحْلِفْكُمْ تُهْمَةً لَكُمْ وَلَكِنَّهُ أَتَانِي جِبْرِيلُ فَأَخْبَرَنِي أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبَاهِي بِكُمْ الْمَلَائِكَةَ

Dari Abu Sa’id Al Khudri dia berkata : Pada suatu hari Mu’awiyah melewati sebuah halaqah (majlis) di masjid. Kemudian ia bertanya: Majelis apakah ini? Mereka menjawab: Kami duduk di sini untuk berzikir kepada Allah Azza wa Jalla. Mu’awiyah bertanya lagi : Demi Allah, benarkah kalian duduk-duduk di sini hanya untuk itu? Mereka menjawab : Demi Allah, kami duduk hanya untuk itu. Kata Mu’awiyah selanjutnya : Sungguh saya tidak menyuruh kalian bersumpah karena mencurigai kalian. Karena tidak ada orang yang menerima hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang lebih sedikit daripada saya. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah melewati halaqah para sahabatnya. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bertanya: Majelis apa ini? Mereka menjawab : Kami duduk untuk berzikir kepada Allah dan memujiNya atas hidayahNya berupa Islam dan anugerahNya kepada kami. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bertanya lagi: Demi Allah, apakah kalian duduk di sini hanya untuk ini? Mereka menjawab : Demi Allah, kami duduk-duduk di sini hanya untuk ini. Kata Rasulullah selanjutnya: Sungguh aku menyuruh kalian bersumpah bukan karena mencurigai kalian. Tetapi karena aku pernah didatangi Jibril alaihissalam. Kemudian ia memberitahukan kepadaku bahwasanya Allah Azza wa Jalla membanggakan kalian di hadapan para malaikat”. (HR. Muslim no. 2701)

4.   Diriwayatkan oleh Bukhari secara mu’allaq beliau berkata :

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِي أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا

“Adalah Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah keluar ke pasar pada sepuluh hari awal Dzulhijjah dengan bertakbir, dan kaum muslimin ikut bertakbir bersama keduanya”. (HR. Bukhari –fadhlul amal fi ayyami tasyriq-, dan Baihaqi dalam sunan kubra 3/312).

5.   Dalil secara akal :

A.  Dzikir jama’i sebagai bentuk saling tolong menolong yang diperintahkan. Sebagaimana firman Allah :

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ  وَاتَّقُوا اللَّهَ  إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya”. (Qs. Al Maidah : 2)

B.   Bahwa dzikir secara berjamaah lebih dekat untuk dikabulkan doanya.

C.   Kebanyakan manusia tidak fasih dalam bahasa arabnya, kadang salah dalam membaca dzikir dan doa maka dengan berdikir jama’i dapat menjaga dari kesalahan mereka dan menjadi sebab terkabulnya doa. 

Kedua. Pendapat yang melarang dzikir jama’i, dan hukumnya bid’ah.

Diantara dalil-dalinya adalah :

1.   Bahwa dzikir jama’i tidak pernah diperintahkan Nabi shallallahu alaihi wasallam, kalau seandainya diperintahkan atau dianjurkan niscaya akan sampai hadits-haditsnya kepada kita. Begitu juga berkumpul setelah shalat untuk berdoa bersama tidak pernah ada ajarannya dari Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Berkata Imam As Syathibiy rahimahullah :

الدُّعَاءُ بِهَيئَة الاجْتِمَاعِ دَائِمًا لَم يَكُنْ مِن فِعلِ رَسُولِ الله صَلّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ

“Berdoa dengan cara selalu berkumpul bersama-sama bukanlah dari perbuatan Nabi shallallahu alaihi wasallam”. (Al I’tisham 1/219)

2.   Para shahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam beserta Tabi’in mengingkari orang-orang yang melakukan dzikir jama’i. sebagaimana diriwayatkan oleh Ad Darimi dalam (sunannya 1/68-69) dengan sanad yang bagus dan Ibnu Waddhah dalam (Al Bida’ wa An Nahyu anha hal. 8-13) Berkata Abdullah bin Mas’ud dalam mengingkari orang-orang yang bermajlis untuk dzikir jama’i :

وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ، مَا أَسْرَعَ هَلَكَتَكُمْ هَؤُلَاءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَافِرُونَ، وَهَذِهِ ثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ، وَآنِيَتُهُ لَمْ تُكْسَرْ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِيَ أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أوْ مُفْتَتِحُو بَابِ ضَلَالَةٍ، قَالُوا : وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ، مَا أَرَدْنَا إِلَّا الْخَيْرَ، قَالَ : وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ

“Celaka kalian wahai umat Muhammad ! Betapa cepat kebinasaan/penyimpangan yang kalian lakukan. Para shahabat Nabi kalian masih banyak yang hidup. Sementara baju beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga belum lagi usang, bejana beliau belum juga retak. Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya ! Apakah kalian merasa berada di atas agama yang lebih benar daripada agama Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ataukah kalian akan menjadi pembuka pintu kesesatan ?”. Mereka menjawab : “Wahai Abu ‘Abdirrahman, kami tidaklah menghendaki kecuali kebaikan”. Ibnu Mas’ud menjawab : “Betapa banyak orang yang menghendaki kebaikan namun ia tidak mendapatkannya”.

3.   Nash secara umum larangan mengada-ada dalam urusan ibadah, adalah hadits Aisyah radiyaAllahu anha bahwa Nabi bersabda :

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa mengada-ngada sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami, padahal kami tidak perintahkan, maka hal itu tertolak”. (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)

4.   Dzikir jama’i dengan suara bersama-sama adalah menyerupai kaum nashara ketika mereka berdoa bersama-sama di gereja mereka dengan melantunkan lagu-lagu pujian mereka dengan suara bersama-sama. Sedangkan dalam nash-nash syar’i telah banyak melarang menyerupai ahlul kitab, diantaranya sabda beliau :

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa bertasyabuh dengan suatu kaum, maka ia bagian dari mereka”. (HR. Abu Dawud no. 4031 dan Ahmad no. 5114, dishahihkan Syaikh Al Albani dalam shahihul Jami’ no. 2831)

5.   Dzikir jama’i yang dilakukan sebagian kaum muslimin di masjid-masjid setelah shalat berakibat mafsadah banyak, diantaranya :

A.  Menganggu orang yang sedang shalat dan yang membaca Al Quran. Sebagaimana dalam hadits Abi Sa’id radiyaAllahu anhu :

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ : اعْتَكَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُونَ بِالْقِرَاءَةِ فَكَشَفَ السِّتْرَ وَقَالَ : أَلَا إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلَا يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلَا يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ أَوْ قَالَ فِي الصَّلَاةِ

Dari Abu Sa’id ia berkata : “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam beri’tikaf di Masjid, lalu beliau mendengar mereka (para sahabat) mengeraskan bacaan (Al Qur’an) mereka. kemudian beliau membuka tirai sambil bersabda: Ketahuilah, sesungguhnya kalian tengah bermunajat dengan Rabb, oleh karena itu janganlah sebagian yang satu mengganggu sebagian yang lain dan jangan pula sebagian yang satu mengeraskan terhadap sebagian yang lain di dalam membaca (Al Qur’an) atau dalam shalatnya”. (HR. Abu Dawud no. 1332, hadits shahih. shahihul jami’ no. 2639)

B.   Termasuk adab dalam berdoa adalah tenang dan merendahkan suara, sebagaimana firman Allah :

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً  إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Qs. Al A’raf : 55).

Fatwa para ulama empat madzhab tentang dzikir jama’i :

1.   Madzhab Hanafiyah.

Imam Al Kasaniy Al Hanafi menyebutkan dalam kitabnya (Badai’ as shanai’ 1/196), dari Abu Hanifah rahimahulla ia berkata : “Bahwa mengangkat suara dalam bertakbir (berdzikir) adalah bid’ah, Karena sunnahnya adalah dengan merendahkan suara. Sebagaimana firman Allah :

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً  إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Qs. Al A’raf : 55).

2.   Madzhab Malikiyah.

Berkata Syaikh Muhammad bin Ahmad Miyarah Al Maliki dalam kitabnya (Ad Dur At Tsamin hal. 173 dan 212) :

“Imam Malik dan para ulama membenci para imam masjid dan imam shalat jama’ah berdoa dengan suara keras untuk makmum selesai shalat wajib”.

3.   Madzhab Syafi’iyyah.

Berkata Imam Syafi’I dalam (Al Umm 1/11) :

“Dan aku anjurkan kepada Imam dan makmum agar berdzikir setelah selesai shalat dan melirihkan bacaan dzikirnya. Kecuali jika jika untuk diajarkan kepada para makmum, maka hendaknya dikeraskan bacaannya (sebagai pengajaran), kemudian jika sudah bisa maka dipelankan bacaan dzikirnya. Sebagaimana firman Allah :

قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَٰنَ  أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ  وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا

“Katakanlah : Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”. (Qs. Al Isra’ : 110)

Berkata Imam An Nawawi dalam (Al Majmu’ 3/465-469) : “Imam Syafi’i dan para ulama syafi’iyah sepakat dianjurkan berdzikir setelah salam, dan juga dianjurkan bagi imam, makmum, munfarid, lelaki, perempuan, musafir dan yang lain. Adapun yang biasa dilakukan kebanyakan manusia dengan mengkhususkan doa imam (dipimpin) setelah shalat subuh dan ashar maka tidak ada dalilnya”.

4.   Madzhab Hanabilah.

Berkata Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah dalam (Majmu’ Fatawa 22/515) : “Adapun doa imam dan makmum bersama-sama setelah shalat maka tidak pernah dinukil/diriwayatkan oleh seorangpun dari Nabi shallallahu alaihi wasallam”.

Maka kesimpulan dari hukum dzikir jama’i adalah terlarang dan bid’ah. Sebagaimana dalil-dalil yang jelas dan pendapat para ulama empat madzhab diatas. maka sebaik-baik amalan adalah yang mengikuti contoh Nabi shallallahu alaihi wasallam dan shahabatnya.

WaAllahu A’lam.

(Diringkas dari -Kitab Ad Dzikru Al Jama’i bainal Ittiba’ wal Ibtida’-, Syaikh DR. Muhammad bin Abdurrahman Al Khamis, cet. darul fadilah Riyadh, th. 1425 H)

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *