A. Keutamaan masjid dan memakmurkannya
Sesungguhnya orang yang beriman pasti bergembira ketika melihat masjid, karena itu adalah rumah Allah. Dan kegembiraan itu dibuktikan dengan memakmurkannya, karena masjid adalah :
1. Sebaik-baik tempat yang dicintai Allah di muka bumi, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :
أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ مَسَاجِدُهَا وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ أَسْوَاقُهَا
“Lokasi di muka bumi yang paling Allah cintai adalah masjidnya, dan Lokasi yang paling Allah benci adalah pasarnya”. (HR. Muslim no. 671)
Berkata Imam An Nawawi rahimahullah dalam kitabnya (Al Minhaj syarah Shahih Muslim 3/168) :
لِأنَّهَا بُيُوتُ الطَّاعَاتِ وَأَسَاسُهَا عَلَى التَّقْوَى، وَالمَسَاجِدُ مَحَلُّ نُزُولِ الرَّحْمَةِ وَالْأَسْوَاقُ ضِدُّهَا، لِأنَّها مَحَلُّ الغِشّ وَالخِداعِ وَالرِّبَا وَالأَيمَانِ الكَاذِبةِ وَإخْلَافِ الوَعدِ وَالإعْراضِ عَنْ ذِكرِ اللَّهِ وَغيْرِ ذَلكَ مِمَّا فِي مَعنَاه
“Karena masjid-masjid adalah rumah untuk melaksanakan ketaatan dan pondasinya ketaqwaan, masjid tempat turunnya rahmat. berbeda dengan pasar-pasar, karena itu tempat kecurangan, penipuan, transaksi riba, sumpa dusta, ingkar janji, berpaling dari dzikrullah dan yang lain-lain yang semakna”.
2. Masjid tempat beribadah dan mengagungkan Allah, sebagaimana firmanNya :
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut namaNya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang”. (Qs. An Nur : 36)
Berkata Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya (Tafsir Al Quran Al Adzhim 10/242) :
أَمَرَ اللَّهُ تَعَالَى بِرَفْعِهَا أَيْ بِتَطْهِيرِهَا مِنَ الدَّنَسِ وَاللَّغْوِ، وَالْأَفْعَالِ وَالْأَقْوَالِ الَّتِي لَا تَلِيقُ فِيهَا
“Allah Ta’ala perintahkan untuk memuliakan masjid, yaitu agar dirawat dan dibersihkan dari kotoran, omongan yang tidak ada gunanya, juga semua perbuatan yang tidak layak bagi kesuciannya”.
3. Masjid tempat menyebarkan dakwah dan pusat belajar kajian-kajian islam, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata :
مَنْ جَاءَ مَسْجِدِي هَذَا لَمْ يَأْتِ إِلَّا لِخَيْرٍ يَتَعَلَّمُهُ فَهُوَ بِمَنْزِلَةِ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Barangsiapa yang datang ke masjidku ini, tidak lain kecuali hanya untuk mempelajari kebaikan maka kedudukan dia seperti mujahid yang berperang di jalan Allah”. (HR. Ibnu Majah no. 123, dishahihkan Syaikh Al Albani dalam shahih At Targhib no. 87).
4. Masjid adalah tempat yang dikelilingi para Malaikat dan tempat yang paling menenangkan jiwa dan hati, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah sekelompok orang berkumpul di suatu masjid (rumah Allah) untuk membaca Al Quran, melainkan mereka akan diliputi ketenangan, rahmat, dan dikelilingi para malaikat, serta Allah akan menyebut-nyebut mereka pada malaikat-malaikat yang berada di sisiNya”. (HR. Muslim no. 2699).
5. Memakmurkan masjid adalah sifat orang yang beriman, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“Yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Qs. At Taubah : 18)
Maksud dari memakmurkan masjid adalah :
1. Memakmurkan secara hissi (fisik) yaitu :
a. Membangun masjid
b. Membersihkan fisik masjid
c. Merenovasi fisik
d. Membersihkan dari hal-hal yang terlarang.
2. Memakmurkan secara maknawi (dengan ibadah) yaitu :
a. Mendirikan Shalat
b. Berdzikir
c. Membaca Al Quran dan Mengajarkannya
d. Mempelajari dan meriwayatkan hadits-hadits Nabi
e. Menghidupkan sunnah-sunnah
f. Mengadakan ajian ilmu-ilmu keislaman
g. Bermusyawarah tentang urusan umat
Berkata Al Hafidz Ibnu Rajab Al Hanbali rahimahullah dalam kitabnya (Fathul Baari syarah Shahih Al Bukhari 3/294) :
عِمَارَةُ الْمَسَاجِدِ تَكُونُ بِمَعْنَيَينَ :
أَحَدُهُمَا: عِمَارَتُهَا الْحِسِّيَّةُ بِبنَائِهَا وَإِصْلَاحِهَا وَتَرْمِيمِهَا، وَمَا أَشَبْهُ ذَلِكَ.
وَالثَّاني: عِمَارَتُهَا الْمَعْنَوِيَّةُ بِالصَّلَاَةِ فِيهَا، وَذِكْرِ اللّهِ وَتِلَاوَةِ كِتَابِهِ، وَنَشْرِ العِلْمِ الَّذِي أَنْزَلَهُ عَلَى رَسُولِهِ، وَنَحْوِ ذَلِكَ.
“Memakmurkan masjid itu mencakup dua makna :
Pertama. Memakmurkan secara fisik, yaitu dengan membangun, memperbaiki dan merenovasinya serta yang lainnya.
Kedua. Memakmurkan secara maknawi di dalamnya, yaitu dengan mendirikan shalat, dzikrullah, membaca Al Quran, menyampaikan ilmu syar’i yang Allah wahyukan kepada RasulNya, dan lain-lain”.
B. Perkara yang terlarang di Masjid
1. Segala hal yang mengantarkan kepada kesyirikan. Karena masjid adalah rumah Allah tempat para hamba beribadah hanya kepada Allah Ta’ala. Maka masjid harus dibersihkan dari berbagai simbul kekufuran, patung-patung. sebagaimana firman Allah :
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah”. (Qs. Al Jinn : 18).
Sebagaimana yang dicontohkan Nabi shallallahu alaihi wasallam pada saat Fathu Makkah, berkata Ibnu Mas’ud radiyaAllahu anhu :
دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ وَحَوْلَ الْكَعْبَةِ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَسِتُّونَ نُصُبًا فَجَعَلَ يَطْعُنُهَا بِعُودٍ فِي يَدِهِ وَجَعَلَ يَقُولُ : جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ
“Nabi shallallahu alaihi wasallam memasuki kota Makkah dan sekeliling Ka’bah saat itu terdapat tiga ratus enam puluh patung, lalu Beliau menusuk dan menghancurkannya dengan menggunakan tongkat yang ada di tangan Beliau seraya berkata: (Telah datang kebenaran dan sirnalah kebathilan)”. (HR. Bukhari no. 2478 dan Muslim no. 1781).
2. Membangun masjid di atas kuburan atau mengkuburkan mayat di dalam masjid.
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :
أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang sebelum kalian itu menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih dari mereka sebagai masjid, maka janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan itu sebagai masjid, karena sungguh aku melarang kalian dari hal itu”. (HR. Muslim no. 532).
Juga sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :
لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani disebabkan mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid”. (HR. Bukhari no. 1390 dan Muslim no. 529).
3. Jual beli di masjid. Nabi shallallahu alaihi wasallam telah melarang yang demikian dalam sabdanya :
إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِي الْمَسْجِدِ فَقُولُوا لَا أَرْبَحَ اللَّهُ تِجَارَتَكَ
“Jika kalian melihat orang menjual atau membeli di dalam masjid, maka katakanlah: Semoga Allah tidak memberikan keuntungan kepada barang daganganmu”. (HR. Tirmidzi no. 1321, dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam shahihul jami’ no. 573)
4. Mengumumkan barang hilang di masjid. Karena masjid dibangun bukan untuk mencari barang hilang, sebagaimana ditegaskan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam :
مَنْ سَمِعَ رَجُلًا يَنْشُدُ ضَالَّةً فِي الْمَسْجِدِ فَلْيَقُلْ لَا رَدَّهَا اللَّهُ عَلَيْكَ فَإِنَّ الْمَسَاجِدَ لَمْ تُبْنَ لِهَذَا
“Barangsiapa yang mendengar seseorang mengumumkan barang hilang di masjid, hendaklah dia mendoakan: Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu, karena masjid bukan dibangun untuk ini”. (HR. Muslim no. 568).
Dalam riwayat lain :
وَإِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَنْشُدُ فِيهِ ضَالَّةً فَقُولُوا لَا رَدَّ اللَّهُ عَلَيْكَ
“Jika kalian melihat orang yang mengumumkan sesuatu yang hilang di dalamnya maka katakanlah; Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu”. (HR. Tirmidzi no. 1321, dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam shahihul jami’ no. 573)
5. Bermegah-megahan dalam bangunan masjid dan berlebih-lebihan dalam hiasan.
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهَى النَّاسُ فِي المَسَاجِدِ
“Tidak akan bangkit Hari Kiamat sampai manusia bermegah-megahan dalam membangun Masjid”. (HR. Abu Dawud no. 449, dishahihkan Syaikh Al Albani dalam shahihul jami’ no. 7421)
Dalam hadits lain beliau bersabda :
مَا أُمِرْتُ بِتَشْيِيدِ الْمَسَاجِدِ. قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ : لَتُزَخْرِفُنَّهَا كَمَا زَخْرَفَتْ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى
“Saya tidaklah diperintahkan untuk menghiasi masjid-masjid”. Ibnu Abbas berkata : “Sungguh kalian akan menghiasi Masjid-masjid sebagaimana orang-orang yahudi dan nashrani menghiasi (tempat ibadah mereka)”. (HR. Abu Dawud no. 448, dishahihkan Syaikh Al Albani dalam shahihul jami’ no. 5550).
6. Melukis gambar makhluq bernyawa di masjid atau menghiasi dengan gambar orang shaleh.
Ini merupakan dosa besar yang dilarang Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam banyak haditsnya, diantaranya sabda beliau :
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ
“Sesungguhnya orang yang paling keras siksaannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah orang-orang yang suka menggambar”. (HR. Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 2107).
Juga sabda beliau :
إِنَّ البَيْتَ الَّذِي فِيْهِ الصُّوَرُ لَا تَدْخُلُهُ المَلَائِكَةُ
“Sesungguhnya rumah yang di dalamnya ada gambar-gambar tidak akan dimasuki oleh Malaikat”. (HR. Bukhari no. 2105 dan Muslim no. 2107).
7. Mengotori masjid dengan hal-hal yang najis.
Ini perkara yang tidak pantas bagi seorang muslim, sebagaimana telah ditegaskan Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam haditsnya :
إِنَّ هَذِه المَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيءٍ مِنْ هذَا البَوْلِ وَلَا القَذَرِ إنَّمَا هِي لِذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجلَّ، وَالصَّلَاةِ وَقِراءَةِ القُرْآنِ
“Sesungguhnya masjid-masjid tidak layak dijadikan sebagai tempat kencing dan kotoran, karena ia tempat untuk berdzikir kepada Allah dan membaca Al Quran”. (HR. Muslim no. 285).
Masjid adalah rumah Allah yang harus terus dijaga kebersihan dan kesuciannya, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 455) dan Tirmidzi (no. 594) dengan sanad shahih dari Aisyah ia berkata :
أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبِنَاءِ الْمَسَاجِدِ فِي الدُّورِ وَأَنْ تُنَظَّفَ وَتُطَيَّبَ
“Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk membangun masjid di tempat yang banyak rumahnya (penduduk), dan juga memerintahkan untuk membersihkan serta memberikan wewangian padanya”.
8. Menegakkan hukuman qishah, melantunkan syi’ir yang mengandung maksiat dan menegakkan hukum had secara umum.
Sebagaimana ditegaskan Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam yang diriwayatkan dari Hakim bin Hizam radiyaAllahu anhu ia berkata :
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُسْتَقَادَ فِي الْمَسْجِدِ وَأَنْ تُنْشَدَ فِيهِ الْأَشْعَارُ وَأَنْ تُقَامَ فِيهِ الْحُدُودُ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang pelaksanaan hukuman qishas dalam masjid, melantunkan syh’ir (buruk) dan pelaksanaan hudud secara umum”. (HR. Abu Dawud no. 4490, dan dihasankan Syaikh Al Albani dalam Irwa’ ghalil no. 2327).
Maka termasuk perkara yang terlarang di dalam masjid adalah melantunkan lagu-lagu ‘religi’, nasyid-nasyid atau shalawatan yang diiringi dengan alat-alat musik. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (Majmu’ Fatawa 11/576) :
ذَهَبَ الْأَئِمَّةُ الْأَرْبَعَةُ: أَنَّ آلَاتِ اللَّهْوِ كُلَّهَا حَرَامٌ ، فَقَدْ ثَبَتَ فِي صَحِيحِ الْبُخَارِيِّ وَغَيْرِهِ
“Imam empat madzhab telah sepakat bahwa alat-alat musik semuanya haram, sebagaimana terdapat dalam (hadits) shahih Bukhari dan lainnya”.
Sebagaimana disabdakan Nabi shallallahu alaihi wasallam :
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الحِرَ وَالحَرِيرَ وَالخَمْرَ وَالمَعَازِفَ
“Benar-benar akan ada dari umatku orang-orang yang menghalalkan perzinaan, kain sutra khamer dan alat musik”. (HR. Bukhari no. 5590).
C. Penutup
Banyak tersebar sebuah hadits yang masyhur ditengah-tengah kaum muslimin dengan lafadz :
جَنِّبُوا مَسَاجِدَكُمْ صِبْيَانَكُمْ وَمَجَانِينَكُمْ
“Jauhkanlah dari masjid-masjid kalian anak kecil dan orang-orang gila”. (HR. Ibnu Majah no. 750).
Tetapi hadits ini dihukumi dha’if (lemah) oleh para ulama hadits, seperti Al Hafidz As Sakhawi dalam (Al Maqashid Al Hasanah no. 210), Syaikh Al Albani dalam (Al Ajwibah An Nafi’ah hal. 63) dan (Islahul Masajid hal. 110).
Maka kembali kepada hukum asal boleh membawa anak-anak ke masjid utuk menghadiri shalat berjama’ah dan belajar di masjid. Dengan syarat orang tua yang membawa anak- anak ke masjid harus memperhatikan bersih dan suci pakaiannya serta tidak mengganggu orang-orang yang sedang shalat. Sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah bin Syaddad dari Ayahnya radiyaAllahu anhu ia berkata :
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي إِحْدَى صَلَاتَيْ الْعِشَاءِ وَهُوَ حَامِلٌ حَسَنًا أَوْ حُسَيْنًا فَتَقَدَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعَهُ ثُمَّ كَبَّرَ لِلصَّلَاةِ فَصَلَّى فَسَجَدَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلَاتِهِ سَجْدَةً أَطَالَهَا، قَالَ أَبِي : فَرَفَعْتُ رَأْسِي وَإِذَا الصَّبِيُّ عَلَى ظَهْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ سَاجِدٌ فَرَجَعْتُ إِلَى سُجُودِي فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ، قَالَ النَّاسُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ سَجَدْتَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلَاتِكَ سَجْدَةً أَطَلْتَهَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ أَوْ أَنَّهُ يُوحَى إِلَيْكَ؟ قَالَ : كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ وَلَكِنَّ ابْنِي ارْتَحَلَنِي فَكَرِهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pergi kepada kami didalam salah satu shalat isya’, beliau membawa Hasan atau Husain. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ke depan dan meletakkan (cucunya), kemudian beliau bertakbir untuk shalat lalu mengerjakan shalat. Saat shalat beliau sujud agak lama. maka ayahku (Syaddad) berkata : maka aku mengangkat kepalaku, dan ternyata ada anak kecil di atas punggung Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang sedang sujud, lalu aku kembali sujud. Setelah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam selesai shalat, orang-orang berkata : Wahai Rasulullah saat shalat engkau memperlama sujud, hingga kami mengira bahwa ada sesuatu yang telah terjadi atau ada wahyu yang diturunkan kepadamu? Beliau shallallahu alaihi wasallam menjawab : Bukan karena semua itu, tetapi cucuku ini menjadikanku sebagai kendaraan, maka aku tidak mau membuatnya terburu-buru, (aku biarkan) hingga ia selesai dari bermainnya”. (HR. Nasa’i no. 1141 dan Ahmad no. 16076, dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam shahih sunan Nasa’i no. 1440 dan Syaikh Muqbil Al Wadi’i dalam As Shahih Al Musnad no. 475).
Semoga tulisan ini bermanfaat dan kita semua termasuk hamba-hamba Allah yang selalu memakmurkan masjid,.
WaAllahu A’lam
Bahan bacaan :
1. Al Minhaj syarah Shahih Muslim, Imam An Nawawi. cet. Darul Hadits Cairo.
2. Tafsir Al Quran Al Adzhim, Imam Ibnu Katsir. cet Qurthubah wa Aulad As Syaikh Cairo.
3. Fathul Baari syarah Shahih Al Bukhari, Al Hafidz Ibnu Rajab cet. Dar Al Haramain Cairo wa Al Ghuraba’ Madinah.
4. Al Masajid fi dhaui Al Kitab wa As Sunnah, Syaikh DR. Said bin Ali Al Qahthani. Cet. Muassasah Al Jarisi Riyadh.
5. Al Masyru’ wal Mamnu’ fil Masjid, Syaikh Muhammad bin Ali Al ‘Arfaj.