Turun ke Sujud, Lutut Dahulu atau Tangan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Permasalahan ini merupakan diantara permasalahan fiqhiyah yang banyak disebutkan para fuqaha dalam sifat shalat, dan banyak terjadi perbincangan diantara kaum muslimin. Maka pada tulisan singkat ini akan dijelaskan pendapat madzhab fiqhiyah dan dalil-dalilnya secara singkat serta pendapat yang rajih (kuat) dalam masalah ini.

A. Madzhab para ulama tentang cara turun ke sujud :

Pertama. Madzhab Hanafiyah

Orang yang shalat apabila hendak sujud maka meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu kemudian kedua tangannya kecuali jika ada udzur. (Mukhtashar At Thahawi hal. 27, ad dur al mukhtar 1/235, al ikhtiyar li ta’lil al mukhtar 1/52).

Kedua. Madzhab Malikiyah

Dianjurkan untuk mendahulukan kedua tangan sebelum kedua lutut ketika hendak turun sujud. (At talqin fil fiqhi al maliki hal. 107, al kaafi al maliki hal 44, as syarhu al shaghir 1/119).

Ketiga. Madzhab As Syafi’iyah

Bahwa orang yang sujud hendaknya pertama kali yang diletakkan diatas tanah adalah kedua lututnya kemudian kedua tangannya. (Al haawi al kabir syarhu mukhtashar al muzani 2/152, nihayatul muhtaj 1/515).

Keempat. Madzhab Al Hanabilah

Bahwa pertama kali yang diletakkan ketika hendak sujud adalah kedua lututnya kemudian kedua tangannya.

Dan dalam sebagian riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal : meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya. (Al muharrar fi fiqhi al madhab Ahmad bin Hanbal 1/63, syarhu Az Zarkasyi 1/563-564, al mubda’ fi syarhi al muqni’ 1/452).

Kelima. Madzhab Ad Dzhahiriyah

Berkata Ibnu Hazm : “Wajib bagi setiap orang yang shalat apabila hendak sujud meletakkan kedua tangannya di atas bumi sebelum kedua lututnya, suatu keharusan. (Al muhalla 4/129).

Berkata Al Imam Ibnul Mundzir : “Para ulama berbeda pendapat tentang masalah ini :

Sebagian berpendapat dianjurkan mendahulukan kedua lutut sebelum kedua tangannya ketika sujud, ini pendapat Umar bin Khattab radiyallahu anhu, An Nakha’i, Muslim bin Yasar, At Tsauri, As Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Abu Hanifah dan murud-muridnya serta penduduk Kufah.

Sebagian yang lain berpendapat dianjurkan meletakkan kedua tangan sebelum kedua lututnya, ini pendapat Malik, Al Auza’i, beliau berkata : “Aku mendapati banyak orang (ulama) mereka meletakkan tangan mereka sebelum lutut mereka”. dan juga pendapat Ibnu Abi Dawud”. (Zaadul ma’ad 1/222).

B. Pendapat para ulama muta’akhirin dalam masalah ini :

Pendapat yang mendahulukan kedua lutut sebelum kedua tangan dipilih oleh Al Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya zaadul ma’ad 1/217, Syaikh Bin Baz dalam kitabnya majmu’ fatawa wa maqalat mutanawwi’ah 11/159, fatawa nur ala ad darbi 2/794, Syaikh Ibnu Utsaimin dalam kitabnya majmu’ fatawa wa rasa’il 13/177-178, dan dalam as syarhu al mumti’ 3/110-113.

Pendapat yang mendahulukan kedua tangan sebelum kedua lutut dipilih oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam tahqiq wa ta’liq ala sunan At Tirmidzi 2/58-58, Syaikh Al Albani dalam kitabnya tamaamul minnah 193-195, sifat shalat Nabi hal. 140-141, fataawa As Syaikh fil madinah wal imarat hal. 96-98 dan Syaikh Muqbil bin hadi Al Wadi’i dalam  sifat shalat Nabi hal. 87 -tahqiq Ummu Abdillah bin Syaikh Muqbil-.

C. Dalil-dalil.

Pertama. Diantara dalil dianjuran meletakkan kedua lutut sebelum kedua tangan adalah Hadits :

عَن شَرِيكٍ عَن عَاصِمِ بنِ كُلَيبٍ عَن أَبِيهِ عَن وَائِلِ بنِ حُجْرٍ قال : رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَجَدَ يَضَعُ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ

Dari Syarik dari ‘Ashim bin Kulaib dari Ayahnya dari Wail bin Hujri radiyallahu anhu ia berkata : “Aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam apabila hendak sujud meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya, dan apabila hendak bangkit mengangkat kedua tangnnya sebelum kedua lututnya”. (HR. Abu Dawud dalam sunannya no. 838 dan 839, Tirmidzi dalam sunannya no. 268, Nasa’i dalam sunannya no. 1154).

Kedua. Adapun dalil dianjurkan mendahulukan kedua tangan sebelum lutut adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلَا يَبْرُكُ كَمَا يَبْرُكُ البَعِيرُ، وَليَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ 

“Apabila seorang diantara kalian hendak sujud maka janganlah ia menderum/duduk seperti duduknya onta, maka hendaklah ia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya”. (HR. Tirmidzi dalam sunannya, kitab as shalat no. 269, Abu Dawud dalam sunannya, kitab as shalat no. 840, dan Nasa’i dalam sunannya, kitab al iftitah no. 1090 dan 1091, Ahmad dalam musnadnya 2/381, dari Abu Hurairah radiyallahu anhu. Dishahihkan Syaikh Ahmad Syakir dalam tahqiqi sunan At Tirmidzi 2/58, Syaikh Al Albani dalam shahih sunan Abi Dawud 1/158, Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam tahqiq zaadul ma’ad 1/216).

D. Pendapat yang rajih.

Meletakkan kedua tangan sebelum kedua lutut adalah lebih rajih/kuat, Inilah yang dirajihkan oleh Syaikh DR. Muhammad Umar Baazmul dalam kitabnya At Tarjih hal. 235, Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini dalam risalahnya nahyu as shuhbah hal. 7, Syaikh Abu Malik Kalam Salim dalam kitabnya shahih fiqhis sunnah 1/345. karena beberapa sebab : 

1. Dalil-dalilnya lebih kuat, dalil fi’li (perbuatan Nabi) dan amri (perintah Nabi), yaitu :

Perbuatan Nabi shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan Ibnu Umar radiyallahu anhuma ia berkata :

كَانَ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَجَدَ يَضَع يَدَيهِ قَبلَ رُكْبَتَيهِ

“Nabi shallallahu alaihi wasallam apabila hendak sujud meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya”. (HR. Hakim dalam al mustadrak no. 821, ia berkata hadits ini shahih sesuai syarat Muslim, Imam Ad Dzahabi menyetujuinya, juga disebutkan Bukhari dalam shahihnya dengan mu’alaq jazm -sebelum hadits no. 803- dan  dishahihkan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya 1/627 no. 627, dan Syaikh Al Albani dalam al irwa’ 2/77-78 dan tamamul minnah hal. 193-194).

Adapun perintah Nabi shallallahu alaihi wasallam :

إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ، فَلَا يَبْرُكُ كَمَا يَبْرُكُ البَعِيرُ، وَليَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ

“Apabila seorang diantara kalian hendak sujud maka janganlah ia menderum/duduk seperti duduknya onta, maka hendaklah ia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya”. (hadits shahih, lihat takhrij sebelumnya).

2. Berkata Imam Bukhari, bahwa Nafi’ rahimahullah berkata :

كَانَ ابْنُ عُمَرَ يَضَعُ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ

“Adalah Ibnu Umar radiyallahu anhuma meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya”. (atsar ini shahih, disebutkan Imam Bukhari dengan shigah jazm dalam shahihnya, kitab al-adzan, bab. Bab yahwi bittakbir hina yasjud no. 128).

3. Hadits yang dijadikan dalil oleh ulama yang mengatakan bahwa turun kesujud dengan lutut dahulu sebelum tangan adalah hadits dha’if jiddan (lemah sekali). Karena dari jalur Syarik bin Abdillah Al Qadhi dia seorang yang dha’if buruk hafalannya, maka tidak boleh dijadikan hujjah jika meriwayatkan sendirian, terlebih lagi jika menyelisihi riwayat yang lebih shahih. Sebagaimana yang dinyatakan secara panjang lebar oleh Syaikh Al Albani dalam silsilah ad dha’ifah 1/329, Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam tahqiq shahih Ibnu Hibban 5/237 dan Al Imam Al Baihaqi dalam sunannya 2/101 sebagaimana dinukil Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini dalam risalahnya nahyu as shuhbah ‘an an nuzul bi ar rukbah hal. 9. 

4. Ini adalah pendapatnya para ulama hadits, sebagaimana dinyatakan oleh Imam Ibnu Abi Dawud. (‘aunul ma’bud 1/113 dan zaadul ma’ad 1/222).

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : “Adapun shalat dengan cara keduanya dibolehkan menurut kesepakatan ulama, jika orang yang shalat mau meletakkan kedua lutut sebelum kedua tangan atau meletakkan kedua tangan sebelum kedua lutut maka shalatnya tetap sah, akan tetapi para ulama berselisih tentang mana yang lebih utama”. (majmu’ fatawa 22/449, dinukil dari nahyu as shuhbah ‘an an nuzul bi ar rukbah hal. 24). 

Setelah kita mengetahui bahwa pendapat yang lebih rajih tentang masalah ini maka tentu meletakkan kedua tangan sebelum kedua lutut lebih utama berdasarkan dalil-dalil yang shahih.

WaAllahu A’lam

Bahan bacaan:

1. Shahih Al Bukhari, cet. Pertama, th. 1425 H/ 2004 M, dar Ibnu Al Haitsam Cairo Egypt.
2. At Tarjih fi masaail at thaharah wa as shalah, Syaikh DR. Muhammad Umar Baazmul, cet. Pertama, th. 1423 H/ 2003 M, dar al-hijrah Riyadh KSA.
3. Al Iijaz fiima fi ba’dhi ma ikhtalafa fiihi Al Albani wa Ibni Utsaimin wa Ibni Baz, DR. Sa’ad Buraik, cet. Pertama, th. 1430 M/2009 H.
4. Tamamul minnah fi at ta’liq ala fiqhi as sunnah, Syaikh Al Albani, cet. Pertama, th. 1419 H/ 1998 M, dar ar rayah Riyadh KSA.
5. Nahyu as shuhbah ‘an an nuzul bi ar rukbah, Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini, cet. Pertama, th. 1408 H, maktabah at tau’iyah Egypt.
6. Shahih fiqhi as sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal bin Salim, cet. Pertama, maktabah taufiqiyah, Cairo Egypt.
7. Sifat Shalat Nabi, Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i, cet. Pertama th. 1437 H/ 2016 M, Dauha Qatar.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *